contoh CERPEN



Saat Cinta Tiba

Cerpen Karangan: Ihsan Abdulrohman
Lolos moderasi pada: 16 May 2015

Sinar matahari telah menembus cela-cela ventilasi kamar, tapi adi masih tertidur lelap. Terdengar dering jam weker yang telah disetting jam 6.
Dengan kaget adi pun terbangun dari mimpi indahnya.
“Adi… Ayo lekas bangun, nanti kesiangan kesekolah!” Teriak ibunya
Sejenak adi terdiam, lalu ia bergegas mandi. Terlihat oleh ibunya adi keluar dari kamarnya mengenakan seragam putih abu-abu.
“Sarapan apa nih..?” Tanyanya
“Nih ibu masakin nasi goreng”. Jawab ibunya
Memang di rumah itu cuma ada mereka berdua. Adi adalah anak tunggal, dan ayahnya telah meninggal sebulan yang lalu. Setelah selesai sarapan adi pun pamit dan bergegas berangkat sekolah dengan motor kesayangannya.
Setiba di sekolah, adi pun terburu-buru masuk ke kelas karena ia lupa mengerjakan PRnya yang ditugaskan minggu lalu oleh guru killer di sekolah SMA BAKTI NEGARA itu. Tiba-tiba adi tertubruk oleh seorang cewek yang tak asing di matanya.
“Sory sory aku gak sengaja”. Adi dengan muka bersalah.
“Iya gak papa ko di”. Jawab nita
“Eh kamu nit kirain siapa, hehe…” Canda adi
“He. em, kenapa kok kayaknya panik gitu?” Tanya nita.
“Iya nih, aku lupa ngerjain PR pak hartono”. Jawabnya
“Owalah, makanya di… Kalo malem tuh belajar”. Sambungnya
“Hehe, iya deh besok besok aku belajar”. Timpalnya
“Ya udah, aku Ke kelas dulu ya… Daa”
“Daa nita sampe jumpa..”.
Adi pun langsung bergegas masuk kelas dengan cengar-cengir, memang sejak ia kenal nita, ia telah memiliki rasa terhadapnya.
“Hay ngga.. Loe udah ngerjain PR apa belum?” Tanya adi pada sahabatnya
“udah dong”, jawab angga
“sini gue pinjem kerjaan loe”
“makanya brow kalo malem jangan molor mulu”, timpal angga.
Teng… teng… teng… bel istirahat pun telah berbunyi, adi dan angga berjalan menuju kantin ingin membeli air mineral. Setibanya di sana, adi mengambil minum dan juga ingin diambil oleh nita. Mereka dengan cepat melepaskan tangannya dari air yang tinggal satu tersebut.
“Eeh sorry di, tu air buat kamu aja”. Kata nita
“Nggak deh, nih buat kamu aja”. Jawab adi sambil memberikan air tersebut kepada nita
“Hmm, ya udah deh makasih ya di, kamu baik deh”, kata nita
“Hehe, kan kalo cowok ngalah sama cewek”, adi dengan senyum manis dan dibalas dengan senyum manis juga oleh nita
“Eh nit, kamu nanti setelah sekolah ada acara gak?” Tanya adi
“Enggak kok, emangnya kenapa?” Nita
“Emm, kalo mau aku pengen ngajak kamu jalan”
“Yaa gak papa sih sekalian aku juga mau beli buku”
“Oke deh, nanti aku tunggu kamu di parkiran”
“Siip deh”, jawab nita dengan senyum manisnya
Teng teng teng teng… Bel pulang pun berbunyi, adi langsung bergegas menuju parkiran tempat motornya berada dengan hati gembira. Dalam hatinya dia berbunga-bunga, dan memikirkan untuk menyatakan perasaannya kepada nita.
“Hey… bengong aja, lagi nglamunim apa sih kok senyam-senyum sendiri?” Canda nita pada adi
“Eh kamu nit, ngagetin aja… enggak nih aku lagi memikirkan sesuatu, dan jangan kamu tanya apa itu… hehe”. Balas adi dengan wajah memerah
“Ya udah deh kalo gitu… kapan nih berangkatnya?” Tanya nita
“Sekarang dong, masak kemaren sih, hahaha”. Jawab adi
Sesampai di toko buku mereka berdua memilih buku yang ingin dibeli nita dengan berbincang-bincang dan bercanda tawa. Sehabis itu mereka berdua berjalan-jalan di taman kota, dan duduk di kursi yang berada di bawah pohon yang rindang.
“Eh nit, kamu tunggu di sini sebentar ya, aku mau kesana sebentar”, sambil menunjuk arah toilet
“Oke oke, tapi jangan lama-lama ya takut nanti ada yang culik aku”. kana nita
“Iya, paling juga satu jam kok, hahaha”
Di dalam toilet adi mengambil setangkai bunga dari dalam tas yang dibelinya saat di toko tadi.
Adi berjalan mendekati nita, setiba di sampingnya dia pun berlutut tepat di depan nita duduk dengan memegang bunga yang diperuntukkan kepada nita
“Nit, sebenarnya sejak pertama aku berkenalan denganmu, aku memang memiliki rasa yang istimewa untukmu”. Ucap adi dengan gugup
“Mak maksunya apa ni di?” Tanya nita sedikit kaget
“Aku suka sama kamu, mau gak kamu menjadi pacarku?” Ucapnya lagi
“Emm, gimana ya…!” Nita
“Plis nit, terima aku jadi pacarmu..” terus adi
Sejenak nita berfikir
“Iya deh di, aku mau jadi pacarmu… sebenernya aku juga suka sama kamu”, jawab nita
Dan di siang itu, mereka berdua telah resmi menjadi sepasang kekasih. Hari-hari mereka diisi dengan kegembiraan, canda tawa, dan penuh kasih sayang antara keduanya.
TAMAT
Cerpen Karangan: Ihsan Abdulrohman


-H

Apa Hidup ini Lebih Indah Dari Mimpi?

Cerpen Karangan: Adhy7
Lolos moderasi pada: 14 May 2015
Berbeda dengan teman-teman lain yang sudah menentukan pilihannya ia sendiri masih bingung dengan dua objek wisata yang mesti dipilihnya. Entah apa yang membuatnya kebingungan, padahal ia tidak dihadapkan dengan milyaran pilihan, ia hanya akan memilih satu di antara dua objek wisata yang mesti ia kunjungi –objek wisata domestik atau destinasi tur internasional– tapi tetap saja ia belum menentukan arah mana ia akan menuju.
Setelah beberapa hari pendataan peserta pariwisata, di pekan terakhir pendataan ia pun menyelipkan namanya di antara nama teman-temannya yang lebih dulu memantapkan diri untuk berkunjung ke objek wisata domestik. Destinasi yang sangat terkenal bagi orang-orang pribumi maupun orang-orang yang tidak terlahir di bumi Indonesia.
Sebenarnya ia tidak begitu tertarik untuk mengunjungi Bali walau tempat tersebut menawarkan beraneka menu keindahan yang akan memuaskan selera para pengunjung tanpa mengecewakannya. Kelihatannya ia akan lebih senang jika dirinya mengunjungi objek wisata lokal pada program pariwisata saat itu. Nampak jelas bahwa ia tidak ingin merangkak jauh ke negeri orang sementara jejak kakinya belum membekas di daerah sendiri. Hanya saja sampai saat ini belum ada terdengar kabar walau sebatas rumor bahwa akan ada kunjungan wisata ke destinasi lokal.
Pelaksanaan program pariwisata memang masih menunggu waktu yang terbilang lama, sekitar tiga bulan lagi. Tapi bagi kebanyakan teman-temannya, mereka sudah mulai ribut dengan perbincangan-perbincangan kecil dan juga sibuk menyusun berbagai program yang akan dilaksanakan saat wisata nanti. Bagi mereka yang akan berkunjung ke Malaysia dan Singapura sudah mulai sibuk mengurus passport yang merupakan bekal wajib bagi pengunjung wisata luar negeri. Tidak seperti dengan dirinya yang terdaftar sebagai mahasiswa peserta pariwisata domestik ia terlihat biasa-biasa saja seperti tanpa beban, bahkan ia belum menyetor uang serupiah pun ke panitia pelaksana tourism.
Meskipun ia terlihat santai tapi dalam benaknya tersimpan harapan besar, berharap ada teman lain yang memiliki keinginan yang sama dengan dirinya. Ia sangat menantikan adanya pariswisata ke destinasi lokal. Bukan karena biaya tur domestik dan internasional memerlukan biaya yang lebih besar. Hanya karena keinginannya yang sederhana, ia tidak ingin buta, tuli serta bisu akan budayanya sendiri.
Pagi itu di awal Januari mungkin ia harus memendam hasrat dan menunda keinginannya karena sampai beberapa pekan belum juga terdengar keinginan yang sama dari rekan-rekannya. Itu berarti ia harus merelakan dirinya untuk menuju pulau Bali jika memang nantinya tur lokal benar-benar tidak ada.
Menunggu hujan mereda ia menyibukkan diri dengan mengakses situs internet, ia membuka situs jejaring sosial facebook yang ia yakini menyibukkan banyak orang di saat yang sama menunggu rintik hujan segera berhenti. Seorang teman yang berada tidak jauh darinya yang sedari tadi sibuk membaca buku ber-cover kuning menyapa.
“sob… nanti jangan kaget yah..!!!”. Ucapnya singkat.
“ya bro…!” jawab Adi juga singkat. Sepertinya ia mengerti kalau temanya itu mengingatkan jika suara petir bisa saja membuatnya kaget tanpa terduga.
“saya selalu waspada bro dengan suara petir”. Sambungnya untuk meyakinkan bahwa ia mengerti dengan maksud temannya.
“bukan itu maksud saya sob…!!!”. Jawabnya lagi-lagi singkat tapi mengundang Adi untuk kembali bertanya.
“terus, jangan kaget yang kamu maksud.? Apa..?”. Ia mulai terlihat penasaran.
“itu sob, tentang tourism nanti…”.
“ya bro…!!! ada apa dengan tourism kita…?”. Adi semakin mendesak jawaban yang lebih jelas.
“nanti jangan kaget kalau saya tidak ada di pulau Bali sob…”.
“owh begiitu bro…”. Adi memotong penjelasan temannya. Dalam benaknya ia berpikir temannya itu akan mengubah jalur tourismnya menuju Malaysia dan Singapura. “oke bro… berarti kamu mau ke luar negeri ya…?”. Lanjut adi..
“tidak sob…!! Saya belum berpikir untuk ke luar negeri sampai sakarang ini…”. Jawaban temannya kembali menambah rasa penasaran.
Adi mencoba menampik rasa penasarannya dengan membaca deretan kata-kata status pada wall facebooknya. Ia tidak lagi bertanya kepada temannya yang hanya memberi jawaban yang tidak memuaskan. Ia menganggap temanya itu hanya membuat candaan belaka. Lagi pula tidak ada destinasi lain selain pulau Bali, Malaysia dan Singapura. Adi menganggap temannya itu tidak akan melakukan tur lokal seorang diri.
“hemmm… haha”. Tawa kecil Uci kembali mengganggu suasana. Ia sudah tidak sanggup menampung berita yang didapatnya beberapa hari lalu. Ia sudah tidak sabar memberi tahukan Adi yang sudah mulai tidak peduli dengan omongannya yang sengaja dirancang untung membuat penasaran.
“begini sob…”. Uci kembali berbicara mencoba lebih meyakinkan. Sepertinya memang benar ada berita baru yang akan diberi tahukan ke Adi yang ada di ruangan yang sama. Adi juga kembali serius mengalihkan perhatiannya.
“saya serius sob, tidak ke Bali apalagi ke luar negeri, saya mau pulkam, tourism di kampung sendiri…!!!”.
Sebelum ia mengakhiri penjelasannya. Adi segera memotong sepertinya ia sudah mengerti maksud temannya itu.
“berarti ada destinasi lokal…? KAJANG…?”. Jawab Adi spontan. Ia begitu yakin kalau temannya itu akan mengabarkan tentang KAJANG sebab ia sendiri sudah tahu persis kalau temannya itu selalu membahas tentang desa adat tersebut di ruang kuliah.
“ea sob,!!! beberapa hari yang lalu ada beberapa teman kita di ruangan lain yang ingin mengadakan tur ke objek lokal…!!!, dan mereka sepakat untuk ke daerah Kajang…!!!,saya ikut sepakat dengan mereka!!! hanya saja belum menanyakan persetujuan dosen pembimbing sob!!!”. Uci menjelaskan dengan serius, juga sangat senang sebab seperti dengan keinginan Adi, ia juga mengimpikan untuk berwisata ke tanah Kajang.
Dari penjelasannya Adi terlihat mengerti kalau topik tersebut belum menjadi hot news di antara teman-teman mahasiswa yang lain. Ia juga seolah menghirup udara segar pagi itu, sepasang bola matanya berbinar memikirkan sesuatu. Nampak begitu semangat menantikan impiannya akan berubah menjadi kenyataan. Hal itu juga menjadi sinyal kuat untuk membatalkan kunjungannya ke pulai Bali.
“waduh bro!! kenapa tidak memberi tahukan sejak kemarin-kemarin”. Adi sedikit menyesalkan.
“memang sengaja sob..!!! terus jangan sampai rencana kamu ke Bali jadi batal”. Jawab Uci yang namanya juga terdaftar sebagai peserta tur domestik ke pulau Bali.
“haha, kamu…!!! Padahal kamu sudah tahu dari awal saya lebih berminat untuk tur lokal!!! hanya saja waktu itu belum ada kesepakatan!!!.. oiya pasti dosen pembimbing sepakat, setuju dan merelakan rencana kita broddd…”. jawab Adi sangat optimis.
Ia begitu yakin karena dalam perkuliahan beberapa minggu lalu KAJANG dibahas untuk menjadi tujuan pariwisata lokal tahun ini. Akan tetapi tidak begitu ditanggapi oleh banyak mahasiswa sebab di benak mereka adat orang-orang Kajang penuh dengan hal-hal mistis.
Tapi bagi Adi justru akan lebih mengira-ngira dan hanya menduga-duga jika tidak mengunjunginya secara langsung mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Keesokan harinya setelah berita menyenagkan itu terdengar oleh Adi, ia segera memberi tahu ke ketua panitia tourism untuk segera mengahapus namanya dari daftar wisatawan domestik tanpa memberitakan sebab dan alasan yang sebenarnya.
Sejak disepakati oleh dosen pembimbing ia semakin yakin akan mengunjungi desa adat tersebut sebagai destinasi wisatanya, sering kali ia berdikusi kecil-kecilan dengan peserta tur lokal lain yang jumlahnya masih bisa dihitung jari. Beberapa hari lagi tur akan dilaksanakan, ia berharap program perjalannya akan berjalan dengan baik sesuai dengan susunan-susunan rencana yang disepakati pada rapat sederhananya beberapa hari lalu.
Pagi di awal Februari, cuaca sepertinya sangat bersahabat di tanggal 3 itu. Adi menikmati segelas kopi hitam yang berada tepat di hadapannya sebelum menuju kampus untuk acara pelepasan peserta tourism lokal, domestik dan juga internasional. Memang hanya segelas kopi hitam dengan rasa pahitnya, tapi begitu berharga untuk menambah kesegaran menjalani aktivitas hari itu.
Mentari di pagi itu memancarkan senyuman yang sangat menawan, begitu indah untuk mengiringi perjalanan hari itu. Dengan semangat level tinggi Adi bersegera menuju kampus setelah semuanya dipersiapkan.
Setelah acara pelepasan dilaksankan, para peserta pariwisata lokal akan segera menuju lokasi yang hanya berjarak 5 jam perjalanan darat dari kampus. Dengan kendaraan roda empat sederhana yang juga hanyalah mobil-mobil sewaan yang mereka tunggangi tapi cukup membuat mereka sangat bahagia dengan perjalanan pagi itu. Lambaian tangan dan senyuman manis dari para peserta tur domestik dan internasional yang masih menunggu sekitar 2 hari lagi untuk melakukan perjalanannya memberi semangat tambahan bagi rombongan pariwisata lokal.
Dalam benak Adi perjalanannya memang terlihat sederhana tapi terasa sangat istimewa. Memang perjalanannya tidak menembus awan putih di angkasa, hanya perjalanan darat menelusuri aspal hitam yang mulai panas karena terik matahari. Perjalanan yang sangat menyejukkan mata dengan segela keindahan pemandangan di kiri kanan jalan yang dilalui, alam terasa sangat ramah, tidak sekejam kehidupan di kota yang dengan kegersangan dan polusi udaranya setiap saat bisa menikam siapa saja yang ada di dalamnya.
Terlihat jelas dari balik kaca jendela mobil hamparan padi-padi hijau yang berjejer rapi di persawahan yang terbentang luas. Di tengah-tengahnya berdiri gubuk kecil yang siap menjadi tempat istrahat para petani jika kelelahan dan juga siap menampung hasil jerih payah mereka yang telah berubah menjadi butiran-butiran padi. Di sudut lain terlihat sepasang kerbau yang asyik menyantap rerumputan di pematang-pematang sawah, binatang-binatang itu terlihat lahap memakan rerumputan, tapi tetap saja mengerti bahwa haknya hanya untuk memakan rerumputan sawah. Mungkin tidak ada yang istimewa dari sepasang kerbau itu, tapi dalam benak Adi sepasang makhluk Tuhan yang tidak berakal itu terlihat lebih cerdas dari kebanyakan penguasa negeri yang tidak mau tahu akan hak orang-orang lemah di sekitarnya.
Sungguh perjalanan yang penuh keindahan dan ketenangan. Sejenak ia berpikir hidup itu ternyata lebih indah dari sekedar bermimpi. Adi tidak ingin segalanya berlalu begitu saja, ia segera menggoreskan penanya, lalu ia membuat catatan kecil di lembaran pertama dalam buku diarynya. Itu adalah tulisan pertamanya, seperti bocah yang baru menemukan ballpoint. Ia berharap buku diarynya penuh dengan catatan indah selama perjalanannya. Mimpi-mimpi kecilnya mulai menjadi nyata, ia berharap keindahan alam pada tulisannya tidak akan rusak tertabrak roda-roda modernitas.
Cerpen Karangan: Adhy7

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Kerajaan Medang Kamulan

Makalah Kerajaan Mataram Kuno

Konsep Pelepasan dan Pengikatan Hidrogen